Hijabku Kebanggaanku

Waaaaaakkkk....It's been such a long long time since the last post.
Lama juga ga nulis di blog. Kalau di bilang sibuk ga mungkin juga. Yach kemalasan memang jadi momok terberat dalam mengerjakan suatu rutinitas.

Kali ini pengen curhat gara-gara melihat blog seorang muslimah. dia cerita tentang pengalaman hijabnya. Kisahku mungkin tidak semenarik cerita-cerita sinetron, tapi akan selalu terekam dalam memori sebagai bentuk syukur atas semua jejak yang saya ciptakan.

Dulu, kalo ga bisa dibilang gaul, saya sesorang yang memang terlihat jauuuuh sekali sama citra perempuan alim (tapi tetep keliatan baik-baik lho!!!). Saya seorang perempuan yang menyukai rambut saya yang tergerai panjang dan dihias pita cantik, saya sangat mencintai rok-rok selutut dengan berbagai macam gayanya sampai koleksi rok lebih banyak daripada atasannya sendiri.

Saya mulai melirik kewajiban saya sebagai seorang muslimah pada waktu SMA, berkat teman-teman saya yang tidak ada letihnya mengajak saya ke acara rohis atau sekedar shalat di mushola sekolah. saya menjadi terbiasa dan selalu mengingat serta mencoba menerapkan kata-kata seorang teman "jadikanlah shalat menjadi kebutuhan, bukan kewajiban" (masih suka saya ulang-ulang sampai sekarang ke suami tercinta :) ).

Pada saat kuliah, saya masih berjibaku dengan rok selutut dan model rambut.. Namun saya sering memimpikan hal-hal yang membuat saya berfikir hidup ini hanya satu kali, ga ada rewind kalau kita punya kesalahan. Ga akan ada remedial apabila rapor iman saya berwarna merah. Mungkin karena tinggal jauh dari orang tua dan keluarga, sehingga situasi mendukung saya untuk berusaha lebih dekat pada Allah SWT.

Sampai pada suatu hari setelah lulus kuliah, pada saat saya di training sebagai call-center sebuah perusahaan provider, teman satu kelompok saya yang cantik memakai jilbabnya. Padahal sehari sebelumnya saya duduk di sampingnya yang dengan rok pendeknya menunggu bis menuju bekasi tanpa pembicaraan apapun mengenai agama. Saya seperti disentil saja, masa' dia bisa saya ga bisa. Beberapa hari itu saya berfikir, menimbang-nimbang, siapkah saya dengan hijab. karena saya yakin apabila keputusan sudah di ambil maka rok pendek dan pita rambut tidak akan bersama saya lagi.

Malam hari sepulang hari pertama saya resmi bekerja, hal yang paling mencambuk saya adalah ketika saat itu saya mengingat mati. saya menangis, saya ternyata begitu takut akan mati. kalau saya mati, maka semua sudah selesai, tamat, the end. Esoknya, saya ambil jilbab pink yang saya punya, dan saya kenakan dengan yakinnya. Mamak dan bapak saya sampai terbengong-bengong melihat saya. Apalagi mantan pacar (sekarang suami :) ) saya, sampai ga sadar kalau ngelewatin saya waktu ketemu. Dan kata-kata pertama yang keluar dari mulutnya adalah "besok kayak gini lagi ga?" hihihi....lucu juga kalau inget. Alhamdulillah, tidak ada perasaan kangen sama sekali sam rok selutut dan pita rambut sampai sekarang.

Cobaan bukannya tidak ada. Di awal memakai jilbab ada saja godaan dari lingkungan untuk melepaskannya. Mulai dari pesimistis bapak yang ga yakin kalau saya akan mendapatkan pekerjaan (karena waktu itu sedang mencari opsi pekerjaan lain) kalau saya tetap menggunakan jilbab untuk foto atau interview. Atau keinginan orangtua yang ingin melihat anaknya memakai baju adat (dodotan/basahan) yang sebenar-benarnya pada saat resepsi. tapi saya tetap pada pendirian saya. Saya yakin, segala niat baik yang kita jalani, akan diberi kemudahan oleh Allah SWT. Dan alhamdulillah, saya mendapatkan pekerjaan lagi dengan waktu dan gaji yang lebih baik tentunya. Dan saya dapat memenuhi keinginan orangtua saya tanpa harus melepaskan hijab. Saya bersyukur, bahwa saya tetap diberi keteguhan hati. dan semoga saya selalu dapat berjalan di jalan-Nya.

Aamiin

Sherlock Holmes dan antrian di XXI

Senin kemarin, saya menyempatkan diri untuk nonton film yang sangat disukai suami versi bukunya. Sherlock Holmes, a game of shadow. Agak sedikit berbeda dengan alur bukunya yang agak tegang dan serius, filmnya mengusung parodi yang kental dan seru menurut saya. Suami sudah menonton terlebih dahulu, dan dia berkomentar film ini bagus. jadi menurut saya, parodi yang melenceng dari buku itu termaafkan oleh dia. teknologi nya pun cukup membuat saya menyesal karena tidak ada versi 3D nya.
Sherlock Holmes: A Game of Shadows Poster
Diluar pembahasan film, ada beberapa hal yang menarik perhatian saya. Pertama jumlah pengunjung
bioskop yang tidak seperti biasanya, penuh sesak. antrinya memanjang ke belakang. yups, thanks to MTIX yang membuat saya bisa memesan tiket dari rumah because a hate queueing.Kedua, ada seorang penonton yang duduk di kursi roda, dia bersama istrinya yang mendorong kursinya. say berfikir, mau nonton apa ya ditengah keramaian begini? ternyata tontonan yang sama dengan saya... sherlock holmes juga. Tertatih tatih dipapah istrinya menuju kursi diujung deretan yang tidak jauh dari saya. rupanya dia penggemar berat sherlock holmes sama seperti suami. ada rasa salut, kasihan, dan bersyukur campur jadi satu di dada melihatnya.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktop